Monday, July 5, 2010

si "Kata Hati"

Setelah menunggu satu bulan tanpa kabar.. "I'rather dance with you than talk with you..." Handphone motorola jadul (pinjeman), dengan ringtone yang lumayan keren, berbunyi. Nama seseorang yang cukup disegani di tempat kerja saya muncul di screen. Deg deg..deg deg... Waduuuh, kena semprot lagi nih kayanya. Sebelum dia mendengar "Maaf nomor telepon yang Anda hubungi tidak menjawab" akhirnya telepon saya angkat. Luckily.. signal Telkomsel di site perkebunan tebu tempat saya terdampar selama hampir 12 bulan, sedang dalam keadaan jeleeek banget (yah susah nelepon, yah telepon nyasar, yah SMS pending 2 hari, sampe suara orang tak dikenal yang muncul ditengah2 percakapan saya dan Mama), saya tidak bisa mendengar suara si "Ibu" ini. Telepon pun saya matikan. 16 detik kemudian "King of Convenience" bernyanyi lagi. Kali ini rasanya udah gak se-deg deg an sebelumnya. Tanpa pikir panjang langsung saya angkat, biarpun pikiran buruk bakal kena semprot masih ada dalam pikiran.
Saya: "Halo bu..."
"Ibu": Hello Ledina.. I want to talk to you about the finalitation...bla..bla..bla...

Telepon pun langsung saya matikan dan saya langsung berteriak sekencang-kencangnya. Hehehe... itu mungkin akan saya lakukan jika saat itu saya sedang berada di sebuah pulau terpencil. Bukan hanya itu, saya juga akan langsung membuka baju, joget2, dan nyebur ke laut.. (bukan untuk ditiru!)

Mungkin seharusnya saya akan senaaaang sekali mendengar berita itu. Tapi, karena kata hati saya yang selama sebulan ini berbisik "udah deeh..pasti diterima kook". Sampai terkadang saya berharap kalau saya memiliki tombol pengatur volume, supaya saya bisa mengecilkan suara hati saya itu, sampai akhirnya berubah menjadi "MUTE". Itu semua ingin saya lakukan hanya untuk menghilangkan rasa optimis saya yang kadang berlebihan, sampai akhirnya tidak bisa saya kendalikan.

Satu bulan menunggu bukanlah waktu yang sebentar. Ini merupakan "waktu menunggu" terlama yang pernah saya alami, sepanjang 3 kali saya melamar pekerjaan, dan Puji Tuhan, saya mendapatkan semua pekerjaan itu. Jadi gak heran jika keyakinan saya berhasil menurun, Optimis berubah menjadi Pesimis, Semangat berubah jadi "Gak semangat" (saya tidak berhasil menemukan apa lawan kata dari semangat). Sampai waktunya saya mendengar kabar baik dari suara "Ibu" yang tidak terlalu baik (bagi saya), perasaan saya pun tidak terlalu se-delighted yang seharusnya. But still, I'm so gratefull.. such an infinite blessings, dear Lord..
*****
Intinya, sampai saat ini saya selalu berusaha untuk tidak mempercayai si "Kata Hati" yang selama ini selalu ambil bagian dalan setiap pikiran saya. Bahkan saya ingin membuat ia tidak lagi ambil bagian disitu. But when the good fortune comes, diam-diam saya pun berterima kasih kepada "Kata Hati", dan meminta dia untuk tetap tinggal di dalam hati dan pikiran saya, dan mencoba menjadi teman baiknya.

Ada baiknya kita untuk mempercayai kata hati kita...